Jumat, 17 Juli 2009

Elite Hanya Jual Slogan

Slogan “Pro Rakyat”, “Lanjutkan”, dan “Lebih Cepat Lebih Baik” menjadi primadona pembicaraan masyarakat. Bahkan,
obrolan di warung kopi dan tidak pernah absen di media massa.
Selain gampang diingat, slogan-slogan politik itu menjelaskan ideologi para capres dan wacapres. Setiap slogan ada
makna konotasinya. Slogan itu janji. Janji terikat pada etika/moral. Karenanya, jangan percaya pada orang yang pernah
mengingkari janjinya. Slogan “Pro Rakyat” mengandung arti dahulukan kepentingan rakyat kecil.




Kata “Lanjutkan” bernada perintah halus. Kata “lanjutkan” bisa juga berarti mempertahankan keadaan yang sudah ada
(status quo) daripada perubahan. Sedangkan “Lebih cepat lebih baik” mengandung makna perubahan.
Kata perubahan dan reformasi dapat dipertukarkan walau kedua kata itu bisa berbeda. Reformasi suatu proses
penataan kembali kelembagaan secara tertib dan damai atas ketidakwajaran, ketidaksempurnaan, atau keusangan.
Slogan politik paling pas, jika ada kata perubahan, sesuai dengan kondisi bangsa ini.
Tanpa perubahan, siapa pun pemerintah baru nanti akan menghadapi banyak perlawanan dari rakyat banyak. Seperti
Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto diturunkan secara paksa, lantaran tuntutan perubahan, bukan disebabkan
keterpurukan ekonomi semata-mata.
Jadi, slogan yang baik, tepat sasaran. Terutama animo masyarakat untuk mengharapkan perubahan, amat kuat. Kalau
berbagai tuntutan perubahan dapat dituntaskan, persoalan stabilitas dengan sendirinya mampu ditangani.
Harrison Papande Siregar
Mahasiswa UI, FISIP-Administrasi Negara.
Generated: Seperti dugaan komunitas organisasi non pemerintah (Ornop), debat Capres semalam miskin dalam memahami persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam, konflik agraria dan penggusuran di perkotaan serta relasinya dengan pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
“Ketiganya hanya lebih pada eksploitasi sumber daya alam untuk memenuhi ekonomi tanpa memperhatikan daya dukungnya,” jelas Muhammad Chalid dari Institut Hijau Indonesia, salah satu anggota Komunitas Ornop, kepada wartawan di Jakarta (27/6).
Bila itu terjadi terus menerus menurutnya, maka bencanalah yang akan terjadi dan menimbulkan banyak korban. Akibatnya akan memperparah kemiskinan dan pengganguran.
Pada akhir 2014 kemiskinan akan meningkat drastis karena penurunan sumber daya alam, peningkatan bencana alam dan ruwetnya perekonomian global. “Sebelum masa berakhirnya MDGs pada 2015, kemiskinan bertambah menjadi 30% dari jumlah penduduk ini,” jelas Chalid lagi.
Dalam debat semalam, ketiga Capres tidak mengungkap tentang pelestarian hutan dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan menyelesaikan masalaha perekonomian. Padahal bila itu menjadi upaya Presiden terpilih nanti, menurut Chalid bisa menjadi solusi pengentasan kemiskinan dan penganguran. Upaya pelestarian hutan bisa menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar masyarakat terutama seputar hutan dan bisa meningkatkan pendapatannya.
Apa yang ditawarkan ketiga Capres tidak berbeda jauh dengan masa Orde Baru. Sejak jaman Soeharto itu, pertumbuhan ekonomi menjadi ukuran satu-satunya kesejahteraan warganegara dan perekonomian Indonesia. Investasi swasta telah lama menjadi tumpuan pemicu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenyataannya terbukti gagal melepaskan bangsa ini dari belenggu kemiskinan dan ketidakadilan.
Menurut Don Marut sebagai Direktur Eksekutif International NGO Forum Indonesia Development (INFID) di saat yang sama, tim ekonomi Capres SBY sama dengan masa Orde Baru, maju mundur dan tidak stabil. Para teknokrat itu menempatkan rem yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak maju. Semua menteri dalam tim ekonomi pernah bekerja di Bank Dunia dan IMF sehingga kebijakannya sama dengan kedua lembaga itu.
Begitupun tim ekonomi Mega saat menjabat sebagai Presiden dulu yang bersifat neoliberal juga, tidak bisa menggunakan sifat nasionalisnya dalam menjalankan perekonomian. Hal yang sama akan terjadi pada JK jika tim ekonominya sama dengan kedua Capres lainnya. Hanya akan terjebak pada slogan-slogan semata.
Setidaknya kegagalan ini terlihat dari tolal stok hutang dalam dan luar negeri per 31 Oktober 2008 yang sudah mencapai 1,606 triliun rupiah. Menurut data yang dihimpun Komunitas Ornop yang terdiri dari berbagai ornop di Indonesia, hutang ini meningkat tajam dibanding 2005 yang berjumlah 1,268 triliun rupiah. Bahkan pinjaman luar negeri yang jatuh tempo tahun 2009 sebesar 6.514 miliar dolar atau hampir tiga kali lipat jumlah tahun lalu.
Hutang menjadi strategi generik dan konservatif yang dikelola melalui mekanisme pasar dan telah membuat ketergantungan makin mencekik. Akibatnya terjadi privatisasi dan liberalisasi di berbagai sektor terutama pendidikan, kesehatan, pangan dan energi terus berjalan. Hutang adalah salah satu sumber pemiskinan yang tidak mampu diteropong ketiga Capres dalam debat semalam.
Tak satupun Capres yang berani menyampaikan gagasan pengentasan kemiskinan dengan mengurus desa sebagai akar masalah dan solusi yang ditawarkan. Apalagi menempatkan usaha-usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan rakyat sebagai solusi utama keluar dari kemiskinan. Upaya-upaya itu mensyaratkan dilakukannya Reforma Agraria serta pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan.
Padahal menurut Don Marut, rakyat Indonesia yang sebagai besar hidup di desa mempunyai daya tahan dalam menghadapi krisis. Dengan segala kegiatannya dalam pertanian dan pengelolaan sumber daya alam telah terbukti memberi penghidupan bagi mereka. Namun ketiga Capres hanya menjadikan sumber daya alam hanya sebagai alat tukar semata untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
“Yang penting jangan mengganggu daya tahan rakyat dengan mencaplok lahan, privatisasi air dan irigasi, membebani rakyat dengan biaya tinggi dengan memungut bermacam iuran dalam pemanfaatannya dan sebagainya,” ungkap Don Marut.
Rakyat Indonesia tahu bahwa sumber daya alam baik laut maupun darat memiliki makna yang cukup luas dalam kesehariannya sebagai modal ekonomi keluarga, sebagai media sosial dan pengembangan budaya. Dalam hal ini memandang sumber daya alam secara kolektif sebagai identitas bangsa.


Dari tiga putaran debat capres yang selalu saya ikuti, baru yang terakhir kemaren saya kategorikan seru! Emang benar sih apa yang ditampilkan oleh ketiga capres tidak mewakili arti kata DEBAT sebenarnya. Tidak ada silang pendapat yang ekstrim. Semua Capres masih memegang etika ketimuran. Makanya jangan bandingkan dengan debat yang dilakukan di negara-negara lainnya, seperti di US antara Obama dan Mc Cain. Sopan, Jaim dan sibuk menjaga omongan dengan terus melontarkan misi visi ke depan.

Semalam cukup surprise ketika sudah mulai ada "sedikit" pertentangan antara capres. Setiap capres dengan karakternya masing-masing mulai saling sindir. Saling melontarkan isu yang bisa melemahkan posisi lawan. Beberapa disampaikan serius, keras, tegas dan berkobar-kobar, tapi ada juga yang disampaikan secara ringan, simple dengan nada bercanda yang langsung mengundang senyum bahkan tawa para penonton. Dinamikanya ada jadi tidak monoton.

Yang lebih seru lagi adalah analisa para pengamat di stasiun-stasiun TV setelah acara ini berlangsung. Mulai dari Jubir tim sukses tiap kandidat, Pengamat politik bahkan sampai tim akademisi pun ikut membahas detil jalannya debat capres itu.

Di Metro TV, pengamat Akademisi memberikan nilai lebih pada JK secara keseluruhan. Penguasaan materi, logis poin yang disampaikan dan juga Gesture di rebut dengan pasti oleh JK.

Di TVOne, perdebatan sengit justru terjadi. Tidak hanya di kubu Jubir tapi juga antara pengamat politik. Belum lagi moderator nya juga mahir "memanas-manasi" mereka. Secara tersirat, mereka juga setuju bahwa bintang malam itu adalah JK. Kelugasan dan kepolosan apa adanya menjadi poin penting JK untuk menarik minat masyarakat memilihnya.

Meski secara Polling SMS, SBY jauh mengungguli dua kandidat lainnya. SBY memang selalu tampil sistematis. Penggunaan waktu yang optimal terlihat jelas di setiap sesi. Sementara Megawati juga ga mau kalah dari kandidat pria lainnya. Dia terus membakar masyarakat dengan terus mengumandangkan slogan PRO RAKYATnya.

Jujur saya pribadi, JK malam itu tampil cemerlang. All out dan berkobar. I can't take my eyes of him. Really! Sampe sempet nyelutuk "Dapat tenaga dari mana Pak JK ya?" Hanya beliau yang punya dinamika bicara yang paling hidup. Kadang pelan, tapi tidak jarang meletup berkobar. Serius tapi sesekali melontarkan statement yang mengundang senyum dan tawa. Membuat suasana jadi hidup dan ga membosankan. He's so really ice breaker last night! Sementara kandidat lainnya datar.




Tapi siapapun kelak yang jadi Presiden, pemimpin negara kita tercinta ini, berarti telah menarik simpati masyarakat Indonesia, sehingga mau memilih mereka. Yang jelas jangan lupakan janji, jangan mengabaikan amanah seluruh rakyat Indonesia, Terus berjuang untuk Indonesia tercinta!

Ayo kita sukseskan Pilpres 2009. Kita dukung jagoan kita masing-masing. Tidak ada anarki, karena siapapun itu, pastilah yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerah sang masa depan karena komentar, jadi........kasih masukan ya?????